
Kediri,25 Juli 2025.
Mengikuti PKDP 2025 secara offline pada batch II bagi saya seperti mengulang apa yang pernah dilakukan pada rentang waktu 2009-2011. Dimana waktu itu tengah berjuang keras menuntaskan studi magister di STAIN Tulungagung yang sekarang berganti nama Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah (UIN SATU). Berangkat pagi, diskusi, menambah relasi, ngopi di beberapa titik, pulang sambil membawa mimpi dan tugas. Demikianlah yang terjadi saat itu dan rupanya terulang dalam wujud PKDP 2025 dimana UIN SATU sebagai salah satu kampus penyelenggaranya.
Pada hari pertama sebelum memasuki materi, kami melaksanakan pre-test. Dimana sebenarnya saya sudah bisa login pada aplikasi namun karena iseng memencet iklan, tiba-tiba saja dialihkan ke program lain dan tidak mengisi quesioner lagi. Alhamdulillah.
Materi pertama disampaikan oleh Dr.M. Arif, M.Pd dengan tema Kebijakan PKDP. Beliau menyatakan bila, adanya PKDP mengingat kegelisahan Kementrian dalam melihat kualitas dosen di bawah naungannya. Konsep keilmuan secara umum bagus, akan tetapi konsep pembelajaran, tentunya dosen non tarbiyah memiliki kesenjangan. Orientasi PKDP 2025 menitikberatkan pada kemampuan dosen membuat RPS, menilai perkuliahan, membuat RTM, dan juga membuat bahan ajar/sumber belajar berbasis digital. Tujuannya adalah, meningkatkan kapasitas profesionalisme dosen dalam melaksanakan Tridarma, meningkatkan pemahaman, komitmen, dan implementasi nilai kebangsaan dan moderasi beragama, dan yang terakhir meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan global dan nilai-nilai budaya kerja pada PT. Adapun manfaat PKDP adalah, meningkatnya kemampuan Tridarma secara teoritis maupun praksis, meningkatnya pemahaman moderasi beragama dan komitmen kebangsaan yang tinggi, meningkatnya keterampilan dan kecakapan adaptasi dalam menyikapi perubahan sosial dan teknologi. Sedangkan fungsi PKDP adalah, PKDP menjadi salah satu persyaratan untuk mengikuti sertifikasi dosen di lingkungan Kementrian Agama. Poros utama PKDP adalah mengasah kemampuan dosen berbasis digital skill, sehingga memiliki digital value dan digital culture.
Dr. Syamsul Umam, M.H selaku fasilitator kedua dengan tema Moderasi Beragama menyampaikan bila, perkembangan demografi dewasa ini terbagi menjadi tiga bagian. Pertama urban, midlle class, dan millenial. Dimana kecenderungan psiko-sosial tiga kelompok tersebut mempengaruhi cara pandang atas diri dan lingkungan sosial. Pergeseran dimensi dan dinamika intelektual yang ada pada masyarakat millenial perlu disikapi agar kedepan menjadi lebih baik mengingat ancaman integrasi menguat pada kanal online. Midlle class dan khususnya millenial merupakan new generation moslem yang perlu dilihat dan diarahkan agar Indonesia menjadi lebih baik. Mengingat asupan informasi mereka yang begitu cepat dalam dunia digital ini. Tanpa kemampuan kontrol atau analisa wacana, tentu berbahaya bagi mereka dalam melihat konten-konten di media online. Psikologi yang seperti pop-corn menjadikan mereka mudah meledak apabila tersulut informasi yang memantik emosi.
Jawa Timur menjadi peringkat tertinggi kasus antimoderasi di Indonesia dengan indikator pembubaran praktik ibadah agama atau kepercayaan, kasus BOM Panci, dan beberapa hal lain. Karenanya perlu mengumandangkan spirit moderasi bagi para dosen mengingat peran vitalnya dalam membangun ruang kognitif generasi muda di Indonesia.
Indikator Moderasi beragama antara lain, komitmen kebangsaan, cinta tradisi, toleransi, anti kekerasan. Empat hal ini harus dilakukan agar Indonesia sebagai bangsa-negara tidak terpecah belah. Upaya-upaya pemerintah dalam menciptakan kehidupan yang inklusif perlu didukung sehingga akan terjadi harmoni dalam segala lini. Dua arus paradigma keberagamaan Indonesia menurut Buya Syafi’i Anwar adalah Substantif-inklusif dan eksklusif-legal formalistik. Keduanya terus berdialektika untuk mewujudkan eksistensi. Akan tetapi penting bagi para akademisi berpijak pada akar moderasi yang berlandaskan empat pilarnya.
Dr. Ummu Sholihah, M.Pd fasilitator ketiga dengan tema Perencanaan Pembelajaran. Materi ini fokus membedah RPS dimana dalam RPS terintegrasi dengan Riset, PKM, serta tema moderasi beragama. RPS dibutuhkan agar proses pembelajaran di dalam kelas lebih efektif dan efisien serta ada standar ketercapaian perkuliahan, memberikan panduan bagi dosen dalam perkuliahan agar tidak keluar dari alur.
Dalam pembelajaran atau perkuliahan, terdapat tugas utama yaitu merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil belajar. Tahapan Pembuatan rancangan Pembelajaran semester, berangkat dari desan pembelajaran.
Fungsi RPS ada empat yaitu, preventif mencegah dosen dan mahasiswa melakukan kegiatan yang keluar dari tujuan pembelajaran. Konstruktif, pedoman perkuliahan. Directing, memberikan arah perkuliahan. Korektif, menata-urutkan tema dan materi perkuliahan. CPL disusun berbasis prodi, adapun CPMK dan Sub-CPMK beorientasi pada mahasiswa, hasil belajar, dan dapat diukur.
Sedangkan prinsip mengukur sub-CPMK adalah Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time-Bound.