Home Kolom Dosen sejarah Masuknya Islam di Indonesia.

sejarah Masuknya Islam di Indonesia.

234
0
SHARE

Sejarah Masuknya Islam di Indonesia.

Sejarah masuknya Islam ke Indonesia adalah kisah panjang yang melibatkan banyak faktor, seperti perdagangan, penyebaran budaya, perkawinan, dan dakwah oleh para ulama serta pedagang dari Timur Tengah, Persia, India, dan Tiongkok. Islam mulai dikenal di Nusantara sekitar abad ke-7 hingga abad ke-13 Masehi, namun proses penyebarannya hingga menjadi agama yang dominan memakan waktu berabad-abad. Berikut adalah beberapa fase dan teori utama dalam sejarah masuknya Islam di Indonesia:

1. Teori Gujarat (India)
Teori ini menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui Gujarat, India, sekitar abad ke-13. Dasar dari teori ini adalah ditemukannya makam Sultan Malik Al-Saleh, raja pertama dari Kerajaan Samudera Pasai di Aceh, yang berangka tahun 1297. Menurut teori ini, para pedagang Muslim dari Gujarat, yang memiliki hubungan dagang dengan berbagai wilayah di Nusantara, memainkan peran penting dalam mengenalkan Islam. Gujarat saat itu merupakan pusat perdagangan dan penyebaran Islam yang kuat, sehingga diduga menjadi titik awal penyebaran Islam di Asia Tenggara.

2. Teori Persia
Menurut teori ini, Islam datang ke Indonesia melalui pedagang dan ulama dari Persia. Bukti-bukti pendukung teori ini antara lain adalah kemiripan budaya dan tradisi Islam di Indonesia, terutama di Aceh, dengan budaya Persia. Misalnya, upacara tabot di Bengkulu dan perayaan Asyura yang mirip dengan tradisi Syiah di Persia. Beberapa sejarawan percaya bahwa para pedagang dan pendakwah Persia menyebarkan Islam dengan pengaruh Syiah sebelum dominasi Sunni menjadi lebih kuat.

3. Teori Arab (Mekah)
Teori Arab berpendapat bahwa Islam masuk langsung dari jazirah Arab (Timur Tengah) ke Indonesia pada abad ke-7 atau 8 Masehi, yaitu pada masa Dinasti Umayyah. Bukti yang mendukung teori ini adalah catatan sejarah dari bangsa Arab dan Tiongkok yang menyebut adanya komunitas Muslim di pesisir Sumatra pada awal-awal periode Islam. Kota-kota pelabuhan seperti Barus di Sumatra Utara disebut-sebut sebagai tempat persinggahan bagi pedagang Arab. Hal ini juga didukung oleh fakta bahwa Islam yang berkembang di Nusantara adalah mazhab Sunni yang banyak dianut di Timur Tengah.

4. Teori Tiongkok
Teori ini menyatakan bahwa Islam diperkenalkan ke Indonesia oleh para pedagang Muslim Tiongkok yang datang ke Nusantara. Banyak dari mereka adalah keturunan Arab dan Persia yang sudah lama tinggal di Tiongkok, terutama di wilayah pesisir seperti Kanton. Laksamana Cheng Ho, seorang Muslim Tionghoa dari Dinasti Ming, dikenal pernah melakukan ekspedisi ke Nusantara pada awal abad ke-15 dan dianggap turut serta dalam penyebaran Islam, khususnya di wilayah pesisir Jawa. Keberadaan perkampungan Tionghoa Muslim di Indonesia, seperti di Tuban dan Gresik, juga menjadi bukti adanya pengaruh Muslim Tionghoa.

Peran Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia

Setelah Islam diperkenalkan di Nusantara, beberapa kerajaan Islam muncul dan berperan penting dalam penyebaran agama Islam. Beberapa di antaranya adalah:

• Kerajaan Samudera Pasai (Abad ke-13) Terletak di Aceh, Sumatra, kerajaan ini adalah salah satu kerajaan Islam pertama di Nusantara. Samudera Pasai berkembang menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam yang penting. Ulama dari kerajaan ini juga aktif menyebarkan Islam ke daerah-daerah lain di Sumatra dan Semenanjung Malaya.
• Kerajaan Malaka (Abad ke-15) Kerajaan Malaka, yang terletak di Semenanjung Malaka, menjadi pusat perdagangan dan Islam di Asia Tenggara. Malaka memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam ke wilayah lain seperti Sumatra, Kalimantan, dan Jawa. Ulama-ulama Malaka juga sering berdakwah ke wilayah-wilayah Nusantara lainnya.
• Kesultanan Demak (Abad ke-16) Di Jawa, Kesultanan Demak dianggap sebagai kerajaan Islam pertama. Para penguasa Demak bekerja sama dengan para Wali Songo (Sembilan Wali) dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Wali Songo terkenal dengan metode dakwah yang menggunakan pendekatan budaya lokal, seperti kesenian wayang dan gamelan, yang membuat Islam mudah diterima oleh masyarakat setempat.
• Kesultanan Ternate dan Tidore (Maluku) Di wilayah Maluku, Kesultanan Ternate dan Tidore juga memainkan peran besar dalam penyebaran Islam di Indonesia bagian timur. Kesultanan ini menyebarkan Islam ke berbagai pulau dan menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah yang dikenal sebagai Kepulauan Rempah-rempah.

Peran Wali Songo dalam Penyebaran Islam di Jawa

Di Jawa, para wali yang dikenal sebagai Wali Songo (Sembilan Wali) memiliki peran penting dalam menyebarkan Islam. Mereka berdakwah dengan cara yang sangat bijak dan kreatif, menyesuaikan dengan budaya lokal. Misalnya, Sunan Kalijaga menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah, sedangkan Sunan Bonang dan Sunan Giri mengajarkan Islam melalui seni dan permainan rakyat. Berkat pendekatan ini, Islam diterima dengan baik di Jawa tanpa banyak konflik.
Perdagangan sebagai Sarana Penyebaran Islam

Indonesia berada di jalur perdagangan maritim yang sangat strategis, yang menghubungkan Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Timur. Para pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan India membawa ajaran Islam ketika berinteraksi dengan penduduk setempat. Mereka menikah dengan penduduk lokal dan membangun komunitas-komunitas Muslim yang menjadi pusat dakwah. Di samping itu, banyak penguasa lokal yang mengadopsi Islam sebagai agama resmi untuk memperkuat hubungan dagang dan diplomatik dengan dunia Islam yang lebih luas.

Peran Pendidikan dan Dakwah dalam Penyebaran Islam

Setelah Islam mulai diterima oleh masyarakat, pendidikan agama melalui pesantren, surau, dan masjid menjadi sarana utama dalam penyebaran ajaran Islam. Pesantren pertama di Jawa diperkirakan didirikan oleh paraWali Songo. Dari sana, Islam disebarkan melalui pengajaran kitab-kitab klasik, pembacaan Al-Qur’an, dan pelajaran-pelajaran agama lainnya yang terus berlanjut hingga sekarang.

Kesimpulan

Proses masuknya Islam ke Indonesia adalah hasil dari interaksi berbagai faktor, termasuk perdagangan, perkawinan, dakwah para ulama, dan hubungan diplomatik. Tidak ada satu teori atau satu bangsa yang dapat diklaim sebagai satu-satunya pembawa Islam ke Indonesia. Proses ini berlangsung damai, melalui cara-cara yang adaptif dan toleran, sehingga Islam dapat diterima sebagai agama mayoritas yang berkembang pesat dan berakulturasi dengan budaya lokal di berbagai wilayah Nusantara.

Wali Sanga Penyebar Islam di Indonesia.

Wali Sanga (atau Wali Songo) adalah sembilan ulama yang berperan penting dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-15 dan 16. Mereka dikenal tidak hanya sebagai penyebar agama, tetapi juga sebagai pembaharu sosial dan budaya yang mengintegrasikan ajaran Islam dengan tradisi lokal, sehingga Islam bisa diterima oleh masyarakat Jawa yang memiliki budaya Hindu-Buddha yang kuat. Metode dakwah mereka sangat bijaksana dan adaptif, menggunakan pendekatan budaya yang kaya dan kreatif.

Berikut adalah sembilan wali yang terkenal sebagai Wali Sanga beserta kontribusi mereka:

1. Sunan Gresik (Syekh Maulana Malik Ibrahim)
• Asal Usul: Sunan Gresik, juga dikenal sebagai Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Persia atau Gujarat dan merupakan wali pertama yang datang ke Pulau Jawa.
• Peran: Sunan Gresik dianggap sebagai pendiri jaringan dakwah Wali Sanga. Beliau aktif berdakwah di Gresik, Jawa Timur, pada akhir abad ke-14.
• Metode Dakwah: Sunan Gresik dikenal mengajarkan ajaran Islam dengan pendekatan sosial. Dia memperkenalkan sistem pertanian yang lebih baik, memberikan bantuan ekonomi, dan aktif dalam membantu masyarakat miskin, sehingga kehadirannya sangat dihormati oleh masyarakat setempat.

2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)
• Asal Usul: Sunan Ampel adalah putra Maulana Malik Ibrahim dan berasal dari Champa (sekarang bagian dari Vietnam).
• Peran: Sunan Ampel mendirikan pondok pesantren di Ampel Denta, Surabaya, yang menjadi pusat pendidikan Islam pertama di Jawa. Pesantren ini melahirkan banyak ulama besar, termasuk beberapa wali lainnya.
• Metode Dakwah: Beliau dikenal menggunakan pendekatan pendidikan dan membuka pesantren yang mengajarkan Al-Qur’an, hadis, serta ilmu agama lainnya. Sunan Ampel juga memberikan nasihat tentang budi pekerti melalui prinsip Moh Limo (tidak mau melakukan lima perbuatan tercela: madat, main, minum, maling, madon).

3. Sunan Bonang (Raden Makhdum Ibrahim)
• Asal Usul: Sunan Bonang adalah putra dari Sunan Ampel.
• Peran: Sunan Bonang terkenal sebagai wali yang menyebarkan Islam di Jawa Timur, khususnya di Tuban.
• Metode Dakwah: Sunan Bonang dikenal kreatif dalam dakwahnya. Beliau menggunakan seni dan musik tradisional Jawa, seperti gamelan, untuk menyampaikan pesan-pesan Islam. Lagu dan musik yang dibuatnya memiliki lirik yang mengandung nilai-nilai ajaran Islam, sehingga Islam bisa diterima lebih mudah.

4. Sunan Drajat (Raden Qasim)
• Asal Usul: Sunan Drajat adalah adik dari Sunan Bonang.
• Peran: Beliau berdakwah di daerah Lamongan, Jawa Timur, dan sangat dikenal karena perhatian besarnya pada kesejahteraan sosial masyarakat.
• Metode Dakwah: Sunan Drajat aktif membantu kaum miskin dan memperhatikan pendidikan moral serta kesejahteraan sosial. Beliau mengajarkan nilai-nilai tolong menolong dan keadilan sosial.

5. Sunan Kudus (Ja’far Shadiq)
• Asal Usul: Sunan Kudus adalah keturunan Arab dan berdakwah di Kudus, Jawa Tengah.
• Peran: Sunan Kudus mendirikan Masjid Menara Kudus yang memiliki gaya arsitektur Hindu-Jawa, sehingga mencerminkan akulturasi budaya yang sangat kuat.
• Metode Dakwah: Beliau dikenal bijaksana dan toleran. Salah satu caranya adalah dengan tidak langsung melarang kebiasaan masyarakat Hindu seperti menghormati sapi, melainkan melarang menyembelih sapi untuk menghormati keyakinan masyarakat setempat.

6. Sunan Giri (Raden Paku atau Prabu Satmata)
• Asal Usul: Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq, dan mendirikan pesantren di Gresik yang menjadi pusat pendidikan Islam yang berpengaruh.
• Peran: Beliau menyebarkan Islam hingga ke wilayah-wilayah di luar Jawa, seperti Madura, Lombok, dan Kalimantan.
• Metode Dakwah: Sunan Giri menggunakan permainan tradisional anak-anak sebagai media dakwah. Permainan seperti jelungan dan cublak-cublak suweng adalah karya dakwah beliau yang sarat dengan nilai-nilai Islam.

7. Sunan Kalijaga (Raden Said)
• Asal Usul: Sunan Kalijaga adalah seorang bangsawan yang berubah menjadi wali setelah bertemu dengan Sunan Bonang.
• Peran: Beliau berdakwah di daerah Demak dan sekitarnya, dikenal sangat pandai dalam mengemas ajaran Islam melalui budaya Jawa.
• Metode Dakwah: Sunan Kalijaga menggunakan wayang kulit, gamelan, serta seni ukir sebagai media dakwah. Cerita-cerita dalam wayang yang diadaptasinya mengandung nilai-nilai Islam, sehingga Islam bisa diterima secara halus oleh masyarakat Jawa yang sangat terikat dengan budaya wayang.

8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
• Asal Usul: Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga dan berdakwah di daerah Gunung Muria, Jawa Tengah.
• Peran: Sunan Muria lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat pedalaman dan masyarakat kecil.
• Metode Dakwah: Beliau mengajarkan Islam sambil ikut serta dalam kehidupan masyarakat, seperti membantu para nelayan dan petani, sehingga dikenal dekat dengan masyarakat kalangan bawah. Sunan Muria juga mengajarkan Islam melalui seni dan kesenian rakyat.

9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
• Asal Usul: Sunan Gunung Jati berasal dari keluarga bangsawan Arab-Indonesia, dan memiliki garis keturunan dengan Kerajaan Banten dan Kesultanan Cirebon.
• Peran: Beliau mendirikan Kesultanan Cirebon dan menyebarkan Islam di wilayah Jawa Barat, termasuk Banten.
• Metode Dakwah: Sunan Gunung Jati aktif dalam politik dan sosial, dengan menjalin hubungan diplomatik serta pernikahan antarbangsawan untuk menyebarkan Islam. Beliau juga mengembangkan pendidikan dan pemerintahan berbasis ajaran Islam.

Peran Wali Sanga dalam Islamisasi di Jawa

Wali Sanga tidak hanya berperan dalam penyebaran agama, tetapi juga dalam membentuk budaya Islam di Jawa yang toleran dan adaptif. Mereka berhasil memadukan ajaran Islam dengan budaya lokal melalui kesenian, arsitektur, permainan tradisional, dan pemerintahan. Dengan cara ini, Islam diterima secara damai dan mengakar kuat di masyarakat.

Metode dakwah Wali Sanga yang kreatif dan bijak juga menjadikan Islam tumbuh dengan harmoni bersama budaya Jawa, dan hingga sekarang, ajaran-ajaran mereka tetap terasa dalam kehidupan masyarakat Jawa serta menjadi contoh dakwah yang relevan dalam konteks budaya lokal.

( DR Nasrul Syarif M.Si. Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)